Kebiasaan membaca berita buruk secara terus-menerus, atau yang disebut doomscrolling, telah menjadi kebiasaan yang meresahkan di era digital ini. Hal ini terjadi ketika seseorang tanpa sadar terus membaca berita negatif di ponsel atau perangkatnya, seperti berita tentang krisis, bencana, atau isu buruk. Kebiasaan ini dipicu oleh rasa ingin tahu yang berlebihan dan dapat berujung pada reaksi emosional yang berdampak pada kesehatan mental. Dengan kemudahan akses informasi selama 24 jam, banyak orang terjebak dalam kebiasaan dan siklus konsumsi berita negatif ini.
Dampak dari konsumsi berita buruk secara terus menerus dapat meningkatkan gejala kecemasan hingga depresi, yang sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas. Membaca berita negatif dapat memicu respons alami tubuh, seperti fight or flight, yang merupakan reaksi terhadap ancaman atau situasi stres. Hal ini dapat meningkatkan tingkat stres dan menimbulkan gejala seperti detak jantung cepat, pernapasan cepat, atau tubuh gemetar.
Studi jurnal psikologi Inggris menunjukkan bahwa hanya dalam waktu 14 menit setelah mengonsumsi berita negatif, individu sudah menunjukkan peningkatan gejala kecemasan dan depresi. Menjadi sering memantau media sosial juga dapat memperburuk keadaan, karena media sosial sering dipenuhi dengan judul clickbait dan konten yang memicu kecemasan. Perilaku ini seringkali berujung pada perilaku adiktif dan dapat berdampak negatif pada kesehatan mental.
Untuk mengurangi dampak negatif dari berita buruk, ada beberapa strategi yang bisa dilakukan. Salah satunya adalah dengan membatasi waktu yang dihabiskan untuk membaca berita dan memilih sumber berita yang lebih positif dan terpercaya. Ganti konsumsi berita negatif dengan konten positif dan lakukan kegiatan yang menyenangkan untuk mengurangi stres dan kecemasan berlebihan. Dengan pemahaman akan efek negatif dari membaca berita buruk dan strategi untuk mengatasinya, kita dapat mengambil langkah-langkah untuk melindungi kesehatan mental di era informasi ini.