Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia menjadi bagian penting dari rencana transisi energi jangka panjang yang diusung oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas). Dalam pertemuan dengan perwakilan Organisasi Riset Tenaga Nuklir Badan Riset dan Inovasi Nasional (ORTN BRIN) serta PT Industri Nuklir Indonesia (Persero) pada 6 Februari 2025, Wakil Menteri Bappenas, Febrian Alphyanto Ruddyard, menegaskan bahwa pengembangan energi nuklir bukanlah hal yang mudah. Penggunaan nuklir di Indonesia saat ini terbatas pada sektor non-energi, seperti kesehatan, pangan, dan pertanian. Dalam upaya mencapai Net Zero Emission 2060, pemerintah menganggap energi nuklir sebagai solusi utama untuk pengembangan energi bersih dengan kapasitas besar.
Namun, pengembangan PLTN di Indonesia masih dihadapkan pada tiga tantangan utama, yaitu posisi nasional dalam pemanfaatan energi nuklir, kesiapan organisasi dalam membangun dan mengelola PLTN, serta pemetaan stakeholder terkait. Untuk mengatasi tantangan ini, Bappenas akan membentuk kelompok kerja yang fokus pada revisi isu kelembagaan dan penyusunan rekomendasi kepada Presiden Prabowo Subianto mengenai pengembangan PLTN.
Dalam langkah strategisnya, Bappenas akan membentuk tim percepatan pembangunan PLTN yang kuat dan independen, mereformasi regulasi dan kebijakan energi nuklir, serta membentuk badan pelaksana tenaga nuklir. Meskipun tantangan dalam pengembangan PLTN tidak hanya bersifat teknis tetapi juga sosial dan politik, Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Amich Alhumami, mengungkapkan bahwa pembangunan PLTN menjadi isu yang telah digaungkan sejak 20 tahun lalu namun belum terealisasi karena berbagai kendala yang meliputi isu politik dan kelembagaan.