Dinamika Restrukturisasi Intelijen di BIN (Badan Intelijen Negara)
Ketika mendengar istilah intelijen, biasanya kita mengasosiasikan aktivitas yang tertutup, diam-diam, dan penuh kerahasiaan. Namun pada dasarnya, intelijen adalah proses pengumpulan informasi yang akan digunakan oleh pembuat kebijakan untuk mengambil keputusan. Carl dan Bancroft (1990) mendefinisikan intelijen sebagai hasil dari pengumpulan informasi yang berhubungan dengan aktivitas domestik dan luar negeri. Sedangkan Lowenthal (2008) mendefinisikan intelijen sebagai proses pengumpulan dan analisis informasi yang berkaitan dengan keamanan nasional.
Ada beberapa fungsi penting dari intelijen, seperti pengumpulan informasi, analisis data, kontra-intelijen, operasi khusus, dan manajemen intelijen. Berdasarkan fungsinya, intelijen dapat dikategorikan ke dalam beberapa kategori, seperti intelijen taktis, strategis, operasional, domestik, dan luar negeri.
Di Indonesia, Reformasi tahun 1998 berdampak pada perubahan signifikan dalam berbagai aspek politik dan pemerintahan, termasuk dalam bidang intelijen. Sebelum reformasi, kegiatan intelijen sering dikaitkan dengan pelanggaran hak asasi manusia dan alat untuk mempertahankan kekuasaan politik. Namun dengan berlalunya reformasi, tuntutan untuk melakukan reformasi dalam tubuh intelijen negara semakin kuat. Salah satu hasil dari upaya tersebut adalah lahirnya Undang-Undang No 17 Tahun 2011 tentang Badan Intelijen Negara (BIN).
Sejarah intelijen di Indonesia terbagi menjadi tiga periode, yaitu era Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi. Pada era Orde Lama, fungsi intelijen ditekankan pada intelijen tempur dan teritorial untuk menghadapi berbagai gejolak pasca kemerdekaan. Di era Orde Baru, terdapat kelembagaan intelijen yang berfokus pada keamanan dan teritorial. Sementara Reformasi tahun 1998 mendorong reformasi struktural di Indonesia, termasuk dalam sektor keamanan.
Pembahasan mengenai RUU intelijen dilakukan pada awal tahun 2000-an untuk memperkuat kerangka hukum kelembagaan intelijen negara. Pembicaraan intensif tersebut memakan waktu delapan tahun hingga RUU tersebut disahkan menjadi UU. UU tentang BIN mencakup penegasan peran dan fungsi BIN, kewenangan operasional, mekanisme pengawasan, dan peningkatan kapasitas.
Meskipun UU tersebut telah disahkan, masih banyak tantangan yang dihadapi oleh BIN. Kompleksitas dan dinamika ancaman keamanan, teknologi, politik, serta kapasitas internal BIN menjadi tantangan yang perlu diatasi. Intelijen harus terus beradaptasi dengan berbagai perubahan dalam lanskap keamanan internasional, termasuk ancaman terorisme, radikalisme, kejahatan siber, konflik sosial, separatisme, dan campur tangan asing.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, restrukturisasi kelembagaan intelijen menjadi hal yang penting. Restrukturisasi termasuk penguatan koordinasi, akuntabilitas, modernisasi teknologi, peningkatan kapasitas personel, serta restrukturisasi BINDA. Melalui restrukturisasi, diharapkan BIN dapat berfungsi secara optimal dalam menghadapi berbagai tantangan keamanan yang kompleks dan dinamis.
Yudha Kurniawan dosen Universitas Indonesia
Sumber: https://news.detik.com/kolom/d-7501181/restrukturisasi-badan-intelijen-negara