Minggu, 29 Juni 2024 – 08:21 WIB
Jakarta – Pengurus Pondok Pesantren (Ponpes) Nahdlatul Ulum Banten, KH Imaduddin Utsman menyatakan bahwa garis keturunan Ba’alawi atau habib di Indonesia tidak terhubung ke Nabi Muhammad SAW.
Hal tersebut diungkapkan oleh Imad yang akrab disapa dalam YouTube resmi Rhoma Irama pada Jumat, 21 Juni 2024 lalu.
“Secara genetik, mereka (kaum Ba’alawi/habib) tidak bisa disebut keturunan Nabi Muhammad SAW, bahkan sebagian bukan keturunan Arab,” kata Imad pada Jumat 28 Juni 2024 malam.
Imad menyatakan telah melakukan penelitian tentang masalah ini dan hasilnya menjadi karya tulis ilmiah. Menurutnya, karya tulis itu dimulai dengan menelusuri garis keturunan Habib Rizieq Shihab dan Habib Bahar bin Smith.
“Saya teliti dari Nabi Muhammad SAW, apakah benar nabi memiliki anak bernama Fatimah, kemudian saya mencari buktinya, lalu apakah Fatimah memiliki anak bernama Husein, saya mencari buktinya hingga Ahmad bin Isa, semuanya sahih bahwa mereka adalah keturunan Nabi Muhammad,” ungkap Imad.
Imad melanjutkan, Ahmad bin Isa meninggal pada tahun 345 Hijriah, yang berarti tokoh tersebut hidup pada abad ke-4 Hijriah. Setelah itu, Imad menelusuri berbagai manuskrip atau karya tulis pada masa itu.
Dalam penelusurannya, Imad menemukan ketidaksesuaian. Dari berbagai manuskrip yang dibacanya, disebutkan bahwa Ahmad bin Isa hanya memiliki tiga anak. Tidak ada informasi bahwa tokoh tersebut memiliki anak bernama Ubaydillah.
“Dari abad keempat hingga kedelapan, dijelaskan bahwa Ahmad bin Isa hanya memiliki tiga anak, yaitu Muhammad, Ali, dan Husein. Tidak ada yang bernama Ubaydillah,” tambahnya.
Baru pada abad ke-9 dan 10, Imad mengatakan menemukan karya tulis yang membicarakan tentang Ubaydillah. Dalam karya tulis itu diungkapkan bahwa Ubaydillah adalah anak Ahmad bin Isa, dan Ubaydillah memiliki anak bernama Alawi.
Informasi tambahan, Ubaydillah sendiri merupakan tokoh yang disebut sebagai datuk atau leluhur habib di Indonesia oleh golongan Ba’alawi. Sampai saat ini, garis keturunannya terus digunakan. Nama Ba’alawi diambil dari Alawi, anak Ubaydillah.
“Dikatakan bahwa Alawi adalah anak Ubaydillah, dan Ubaydillah disebut anak Ahmad bin Isa. Namun, dalam manuskrip abad kelima hingga kedelapan tidak ada mencatat (nama Alawi dan Ubaydillah),” jelasnya.
Imad menduga bahwa manuskrip pada abad ke-9 yang ditulis oleh tokoh Ba’alawi, Ali Bin Abu Bakar As-Sakran merupakan hasil manipulasi.
“Karena pengakuan itu baru muncul di abad ke-9, maka pengakuan mereka (Ba’alawi) sebagai keturunan nabi dimulai di abad ke-9. Hal ini terus diperkuat hingga sekarang,” ujar Imad.
“Bahkan, belakangan ini mereka yang menyatakan bahwa Ba’alawi bukan keturunan Nabi Muhammad SAW dianggap aneh. Padahal, yang sebenarnya aneh adalah mereka yang mengklaim sebagai keturunan nabi,” tambahnya.