Portal Berita Pilihan Prabowo Subianto, Update Setiap Jam
Berita  

Pimpinan Jemaah Aolia Ternyata Berkuliah di Fakultas Kedokteran UGM

Minggu, 7 April 2024 – 11:31 WIB

VIVA – Jemaah Masjid Aolia, Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tiba-tiba menjadi sorotan setelah melaksanakan salat Idul Fitri 1445 Hijriah pada Jumat 5 April 2024 ketika sebagian besar umat Muslim Indonesia masih menjalani puasa Ramadhan.

Saat ditanya tentang pelaksanaan salat id tersebut, pemimpin Masjid Aolia, KH Raden Ibnu Hajar Sholeh Pranolo atau biasa dipanggil Mbah Benu mengatakan penentuan 1 Syawal 1445 Hijriyah tidak didasarkan pada metode rukyat atau hisab.
Namun, Mbah Benu mengakui bahwa keputusan tersebut diambil berdasarkan panggilan langsungnya kepada Allah SWT. “Tidak menggunakan perhitungan (rukyat atau hisab), saya langsung menelepon Allah Ta’ala,” katanya kepada awak media pada Jumat lalu.

Dalam panggilan telepon itu, Mbah Benu mengaku diperintahkan langsung untuk merayakan lebaran pada Jumat 5 April 2024 atau 25 Ramadhan 1445 Hijriah.
“Ya Allah, kemarin malam tanggal 4, Ya Allah, ini sudah 29, kapan 1 Syawalnya? Allah Ta’ala menetapkan tanggal 5,” kata pria paruh baya itu.

Informasi yang dikumpulkan VIVA, dalam Tesis berjudul ‘Dekonstruksi Mitos Kanjeng Ratu Kidul dalam Pendidikan Akidah Perspektif KH Raden Ibnu Hajar Shaleh Pranolo 1942-Sekarang (2017)’ oleh mahasiswa Magister PAI IAIN Purwokerto, Mohamad Ulyan pada 2017.

Penulis Tesis, Mohamad Ulyan menjelaskan bahwa Mbah Benu adalah seorang laki-laki kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah, pada Sabtu Pon 28 Desember 1942 dan besar di Solotiyang, Maron, Purworejo.
Mbah Benu mendapatkan pendidikan agama dari ayahnya, Kyai Soleh bin KH Abdul Ghani bin Kyai Yunus. Ayahnya adalah lulusan pesantren Lirboyo dan juga merupakan murid dari Mbah Kholil Bangkalan.

Mbah Benu juga sempat belajar di Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Namun, ia mengundurkan diri (DO) di semester terakhir.
Penulis, Mohamad Ulyan mengatakan bahwa Mbah Benu memutuskan untuk DO dari UGM karena tidak ingin menghabiskan uang orang sakit yang sedang menderita dan berduka.

Setelah itu, Mbah Benu menetap di Gunungkidul untuk mendekati seorang gadis yang bekerja sebagai bidan di Kecamatan Panggang. Dalam Tesis tersebut, gadis itu disebut sebagai calon istri Mbah Benu.