Usia Prabowo Subianto waktu itu masih 17 tahun. Ia baru saja pulang dari luar negeri ketika Pak Kemal Idris, seorang tokoh TNI yang sangat terkenal pada masa itu, menyapanya. Pak Kemal Idris merupakan salah satu tokoh kunci TNI Angkatan Darat yang mendukung Orde Baru di awal masa pemerintahan Orde Baru. Beliau bersama Letnan Jenderal TNI HR Dharsono, Surono, dan Kolonel Infanteri Sarwo Edi Wibowo adalah tokoh-tokoh kunci yang mendukung Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto, sejak peristiwa G30S/PKI.
Pak Kemal Idris kerap disebut-sebut di kalangan keluarga Prabowo Subianto. Beliau adalah sahabat dekat dari pamannya, Subianto Djojohadikusumo, dan juga sahabat dari ayah Prabowo yang sama-sama gugur dalam peristiwa Lengkong. Saat bertemu dengan Prabowo, Pak Kemal Idris mengatakan, “Saya ini sahabat pamanmu. Pamanmu orang yang sangat berani. Jika pamanmu masih hidup, saya yakin dia yang jadi Pangkostrad. Kamu harus ikut jejak pamanmu. Subianto itu dulu jagoan.”
Pak Kemal Idris dikenal sebagai sosok yang patriotik, pemberani, lurus, dan terbuka. Batalyon Kemal Idris, yang dipimpin oleh beliau, adalah batalyon TNI pertama yang masuk ke ibu kota setelah kedaulatan diserahkan kepada Republik Indonesia oleh Belanda. Jiwa pemberani Pak Kemal Idris terlihat saat batalyonnya terlibat mengepung istana pada peristiwa 17 Oktober 1952.
Meskipun pemberani, Pak Kemal Idris juga terkenal karena sering mengkritik atasan dan dianggap sebagai “anak bandel” oleh senior-senior beliau. Namun, beliau selalu dilindungi karena kepemimpinannya yang berhasil dalam melawan Belanda dan pemberontak-pemberontak pada tahun 1950-an dan 1965.
Setelah peristiwa G30S/PKI, Pak Kemal Idris dipercayakan oleh Soeharto sebagai wakilnya di Kostrad dan kemudian menggantikan Soeharto sebagai Pangkostrad setelah Soeharto dipromosikan menjadi Menteri Panglima Angkatan Darat.
Prabowo mengagumi sikap terbuka, humoris, jujur, dan kepedulian Pak Kemal Idris terhadap rakyat kecil. Namun, Prabowo juga mencatat kekurangan beliau, yaitu sifat emosional dan kecenderungan mengambil keputusan terlalu cepat tanpa mengetahui situasi sebenarnya.
Pada saat Pak Kemal Idris sakit parah, Prabowo sempat diberi tahu dan menjenguk beliau di rumah sakit. Kata-kata terakhir beliau kepada Prabowo adalah “jaga Republik ini, terima kasih.” Prabowo merasakan getaran jiwa Pak Kemal Idris di saat-saat terakhir beliau mengalami.