Portal Berita Pilihan Prabowo Subianto, Update Setiap Jam
Berita  

Ancaman Beijing yang Agresif Mengancam Perdamaian Regional

Ancaman Beijing yang Agresif Mengancam Perdamaian Regional

Jakarta – Situasi di Laut China Selatan semakin memanas, terutama setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menyatakan bahwa negaranya akan membela Filipina jika diserang oleh China.

Baca Juga :

Indonesia Meluncurkan Paket Kebijakan untuk Mengatasi Dampak El Nino

Cina dan Filipina memang sedang bermasalah mengenai wilayah di Laut China Selatan, dan situasinya semakin memanas setelah terjadi tabrakan antara kapal penjaga pantai Filipina dan China.

Sebagaimana dikutip dari BBC, Joe Biden menegaskan bahwa komitmen pertahanan AS untuk melindungi Filipina sangat kuat, sesuai dengan kesepakatan pertahanan antara kedua negara tersebut.

Baca Juga :

ASEAN-Jepang Smart Cities Network, Dirjen Bina Adwil Ungkap 6 Prioritas Pembangunan Kota Tangguh

Menanggapi hal ini, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) meminta Indonesia dan negara-negara internasional untuk mendorong China agar menghentikan klaim sepihak mereka terhadap wilayah Laut China Selatan, demi mencegah terjadinya perang dengan Filipina.

Peneliti senior CENTRIS, AB Solissa mengatakan bahwa China seharusnya menghentikan semua aktivitas mereka di Laut China Selatan, yang dapat memicu konflik dengan negara lain, termasuk Filipina.

Baca Juga :

Khawatir, Pesawat Tempur China Hampir Bertabrakan dengan Bomber B-52 AS di Laut China Selatan

“Pendekatan agresif China di Laut China Selatan tentu mengancam perdamaian regional di wilayah tersebut. China baru-baru ini semakin agresif terhadap Filipina di Laut China Selatan,” kata AB Solissa kepada wartawan pada Jumat, 27 Oktober 2023.

Ilustrasi China menggelar latihan militer selama enam hari di Laut China Selatan

Dengan membatasi akses penjaga pantai Filipina terhadap navigasi bebas di Laut China Selatan, AB Solissa menjelaskan bahwa China tidak hanya mengganggu stabilitas perdamaian regional, tetapi juga secara terbuka menyatakan niatnya untuk menciptakan konfrontasi dengan Filipina.

Negara-negara lain juga mengklaim bahwa China telah mengubah status quo secara sepihak dengan membangun pulau-pulau buatan dan instalasi permanen di terumbu karang yang diperebutkan.

Pulau-pulau buatan yang masih menjadi perdebatan ini dianggap sebagai bentuk ambisi hegemonik China dan dijadikan sebagai pangkalan militer di jalur perairan yang sebenarnya berada dalam kedaulatan banyak negara di Asia Tenggara.

“Berdasarkan laporan media, diketahui bahwa China juga melakukan reklamasi dan konstruksi secara besar-besaran di wilayah yang diperebutkan, termasuk membangun infrastruktur militer seperti landasan udara dan sistem rudal untuk mengintimidasi wilayah tersebut,” kata AB Solissa.

Angkatan Laut China juga terkenal sering memicu konflik dengan Filipina, di mana armada laut Beijing sering mengganggu kapal penangkap ikan dan nelayan Filipina.

Angkatan Laut China juga dikabarkan memblokir pasokan untuk BRP Sierra Madre, sebuah kapal perang peninggalan Perang Dunia II yang saat ini berfungsi sebagai pos terdepan Korps Marinir Filipina dalam menjaga kedaulatan atas Kepulauan Spratly yang masih disengketakan.

VIVA Militer: Formasi kapal perang Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat China

“Secara historis, kedua wilayah ini memiliki masa lalu yang penuh konflik. Partai Komunis China di

Exit mobile version